Di sebuah desa hiduplah sepasang kerbau yang memiliki tujuh anak berwujud manusia. Mereka adalah Rangga, Ringgih, Nantak, Nintin, Jenantak, Jenintin dan Beteri Bungsu.Sepasang kerbau suami istri tersebut berkata kepada tujuh anaknya. “kalian bertujuh harus tetap di rumah, bapak ibu akan mencari makan dulu. Apa bila kalian telah sampai jodoh , dan ayah ibu belum pulang, silahkan kalian tentukan pilihan kalian.” “Baik Bapak dan Ibu,”jawab ketujuh anak-anak itu.
Ternyata kepergian sepasang kerbau itu sangat lama, hingga akhirnya ketujuh anak sepasang kerbau itu telah mendapatkan jodoh masing-masing. Setelah ketujuh anak sepasang kerbau itu menikah, merekapun meninggalkan rumah mereka untuk hidup bersama dengan suami mereka masing-masing. Ketika sepasang suami istri kerbau itu kembali, mereka terkejut setelah melihat keadaan rumah mereka, dapur telah menjadi sarang burung Puyuh. Sedangkan halaman telah menjadi padang rumput. Ada tujuh bidang sawah dan pondoknya berbaris. Pondok yang paling hilir adalah pondoknya Beteri Bungsu dan suaminya.
“Oh di manakah anak-anaku berada? Rangga, Ringgih, Nantak, Nintin, Jenantak, Jenintin dan Beteri Bungsu, kalau memang masih hidup di manakah kalian sekarang? Kalau kalian telah mati di mana makam kalian? Panggil sepasang kerbau itu. Rangga mendengar suara sepasang kerbau itu. “Ada kerbau masuk sawah!”ujar rangga. Kemudian Rangga dan suaminya melempari kedua ekor kerbau yang sebenarnya adalah orang tua Rangga sendiri. Kedua kerbau itu berlari dengan penuh luka di tubuh masing-masing.
Kemudian sepasang kerbau tersebut memanggil terus mencari ketujuh anak mereka. Sampai akhirnya keenam anak mereka melempari mereka sendiri, hingga terdapat enam luka menganga di tubuh mereka masing-masing. Dengan rasa sedih dan perih karena ulah keenam anak mereka sendiri sepasang kerbau itu berjalan mencari anaknya Beteri Bungsu. Sambil berteriak memangil-manggil Beteri Bungsu. Ketika Beteri Bungsu melihat keadaan kedua orang tuanya ia menjadi terkejut. “Wahai Bapak dan Ibu, apakah sebenarnya yang menimpa Bapak dan Ibu , mengapa banyak sekali luka di badan kalian?”ujar Beteri Bungsu. “Ini adalah ulah keenam kakakmu itu.”ujar sang kerbau.
Akhirnya Beteri Bungsu merawat kedua orang tuanya. Mencuci luka kedua orang tuanya. Juga membuat api unggun untuk menghangatkan badan orang tuanya. Karena sepasang kerbau tersebut berada di luar pondok Beteri. Kemudian kedua kerbau itu pamit kepada Beteri. “Beteri anakku, mungkin tidak lama lagi kami akan meninggalkanmu selama-lamanya. Karena hati ini terasa pilu menahan nasib. “Apabila nanti tumbuh sepucuk pohon di aatas makam kami, tolong kalian jaga.” Pesan kedua kerbau itu. “ Oh Bapak dan Ibu, mengapa bicara begitu, iba Beteri. Ternyata kedua kerbau itu mati dan dikubur Beteri Bungsu dan suaminya.
Keesokan harinya, ternyata tumbuh sepucuk pohon di atas makam kedua kerbau itu. Setiap hari disiram dan dirawat oleh Beteri. Hingga tumbuh subur dan besar, daunnya yang rimbun serta buahnya yang lebat, semuanya begitu bagus. Apapun yang ada didunia ini jika disebut ada. Setiap pagi pohon itu selalu menghasilkan harta benda, sehingga membuat Beteri dan suaminya kaya raya. Keenam saudara Beteri pun mendengar tentang kekeyaaan adiknya. Keenam kakak Beteri dan suaminya datang mengunjungi rumah Beteri dan menayakan bagaimana Beteri dan suaminya memperoleh kekayaan tersbut. Beteri pun menceritakan kalau ia memperoleh semua kekayaan itu dari pohon yang tumbuh di atas makam ibu dan bapak mereka. Keenam saudara Beteri pun sangat senang dan berniat ingin mengambil pohon itu. Keesok paginya keenam saudara Beteri beserta suaminya mereka datang ke makam orang tua mereka dengan membawa keranjang besar. Tiba-tiba berjatuhanlah keris dan tombak dari atas pohon, menjatuhi tubuh keenam saudara Beteri dan suami mereka. Dan kedua belas orang tersebut akhirnya tewas. Itulah balasan atas apa yang telah keenam orang saudara Beteri beserta suaminya perbuat terhadap kedua orang tua mereka, yaitu sepasang kerbau.