Pada zaman dimana tumbuhan pakis belum dikenal sebagai makanan, hiduplah seorang raja. Raja ini telah memperistri tujuh orang namun belum juga dikaruniai keturunan. Suatu saat, istri raja yang ketujuh ini sangat mengidamkan memakan sayur pakis (paku, dalam dialek Kedurang disebut Pakur Melay). Sang raja sangat ingin memenuhi keinginan istrinya tersebut, namun Raja bingung bagaimana mencari sayur pakis yang dapat dimakan. pagi-pagi sekali di bawanya lah istrinya yang ketujuh ini pergi ke sepetak kebun kosong. Di sana sang raja kemudian berpantau:
Ringit-ringit lah paku remelay, bapak ndak makan gulay paku remelay
(tumbuh-tumbuh lah pucuk paku, bapak ingin makan gulai pucuk paku)
Ajaib! Dalam sebidang kebun mati itu sekarang penuh ditumbuhi oleh pohon pakis. Diambilah pakis itu oleh mereka, lalu kemudian digulai. Istrinya memakan gulai pakis itu dengan lahap. Keajaiban kembali datang. Setelah memakan gulai pakis itu, istrinya yang ketujuh tersebut hamil. Kehamilannya disambut suka cita oleh sang raja beserta keenam istri lainnya. Setelah sampai masanya, istri ketujuh itu melahirkan seorang bayi perempuan. Bayi ini kemudian diberi nama Pakur Melay karena dilahirkan setelah memakan sayur pakis. Pakur Melay sangat disayangi oleh raja dan kesemua istrinya. Dia dirawat dengan baik dan penuh kasih sayang, hingga ia tumbuh menjadi seorang gadis.
Saat dia mencapai usia remajanya, ayahnya jatuh sakit. Seperti istrinya yang ketujuh dahulu, sang raja pun mengidamkan gulai pakis. Anak yang juga sangat mencintai ayahnya ini, berencana mencari pakis yang sangat diidamkan bapaknya.
Ia bertanya pada ibunya,”Ibu, dimanakah bisa kuperoleh pakis untuk dijadikan gulai?”
Ibunya teringat pada sepetak kebun dimana ia dan Raja dulu memetik pucuk pakis. Ditunjukkannyalah jalan ke kebun tersebut kepada Pakur Melay. Saat tiba di sana Pakur Melay hanya berdiri sendirian di tengah kebun kosong. Semua tanaman pakis di kebun tersebut telah mati. Dalam kesedihannya dia kembali berpantau:
Ringit-ringitlah paku remelay, bapak ndak makan gulay paku remelay.
Berpantau saja kerjanya seharian itu. Tanpa diduga-duga tumbuhlah rumpun pakis di kebun kosong tersebut. dipetiknya pucuk pakis itu denga hati riang. Diulang-ulangnya terus pantauannya tersebut. Setiap ia mengulang tumbuh tanaman pakis di sebagian kebun tersebut. Namun tumbuh juga pakis dari kakinya. Lalu tumbuh pula di tangannya. Semakin sering ia mengulangi hal tersebut, semakin banyak pakis tumbuh di kebun dan tubuhnya.
Ringit-ringitlah paku remelay, bapak ndak makan gulay paku remelay. Secara ajaib sepetak kebun tersebut berubah menjadi ladang pakis yang rimbun. Pakur Melay yang berdiri di tengah kebun pun ikut berubah menjadi tanaman pakis. Karena tidak pulang-pulang, ketujuh istri sang raja mencarinya. Sang istri ketujuh menemukan kebun mati yang kini telah berbubah menjadi sepetak kebun pakis yang rimbun segera menyadari bahwa Pakur Melay telah berubah menjadi tanaman pakis. Ia menangis histeris di kebun itu. Berita itu segera sampai di telinga sang raja dan enam istri lainnya. Mereka semua bertangisan di kebun itu. Ayahnya berkata, “kalau tahu seperti ini, Nak, lebih baik aku tidak makan gulai pakis.” Karena sangat menyayangi pakur Melay, mereka semua bertangisan hingga menemui ajalnya di sepetak kebun tersebut.