Secara alamiah dan konvensional, bahasa Indonesia terus-menerus mengalami perkembangan, baik pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun wacana. Perkembangan itu merupakan reaksi terhadap perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya bangsa Indonesia di era kesejagatan. Masalah yang dihadapi guru bahasa Indonesia SLTP dan SLTA adalah bagaimana memutakhirkan kemahiran berbahasa Indonesia dan membelajarkannya kepada siswa secara inovatif dan kreatif agar siswa mampu bernalar dan berkreasi dalam bahasa Indonesia.
Hasil konvensi kebahasaan, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang disahkan pada November 2015, Undang-Undang Bahasa No.24 tahun 2009, dan Pedoman Umum Pembentukan Kata dan Istilah Bahasa Indonesia (PU PKIBI) belum sepenuhnya tersosialisasi di kalangan para guru bahasa Indonesia. Perkembangan mutakhir penggunaan bahasa Indonesia dalam tata surat dinas, bahasa Indonesia di ruang publik, dan bahasa Indonesia dalam karya ilmiah, serta bahasa Indonesia sebagai subjek dan sarana pembelajaran di sekolah belum sepenuhnya dipahami secara menyeluruh.
Sejalan dengan itu pula, pengembangan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia pun secara berkala terus-menerus berubah. Pada kenyataan di lapangan, banyak guru bahasa Indonesia yang terlena dengan kesibukan tugas mengajar sehari-hari sehingga tidak mengikuti perubahan kebijakan bahasa nasional, tidak mengikuti perkembangan bahasa Indonesia, dan tidak meningkatan kemahiran berbahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis. Hal demikian ditunjukkan dengan adanya indikator masih rendahnya nilai hasil UN mata pelajaran Bahasa Indonesia dan masih rendahnya rata-rata nilai UKBI guru-guru bahasa Indonesia, baik guru SLTP maupun SLTA di Kota dan Kabupaten di Provinsi Bengkulu.
Bukan hanya itu, perubahan kurikulum pembelajaran bahasa indonesia yang mengubah paradigma, pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran pun terbaikan sehingga tetap bergeming dengan bahasa dan model pembelajaran bahasa Indonesia klasik yang kurang menarik dan tidak menyenangkan siswa.
Pandangan klasik yang masih tetap bergeming di kalangan para guru , di antaranya, pertama, bahasa Indonesia adalah pengetahuan, bukan keterampilan sehingga dalam praktik pembelajaran berbahasa, gurulah yang lebih banyak praktik berbahasa daripada siswanya. Kedua, membelajarkan bahasa adalah proses mewariskan pengetahuan struktur bentuk bahasa kepada siswa, bukan membentuk pola pikir dengan bahasa Indonesia. Pada kenyatannya siswa lebih banyak mengahapal bentuk bahasa daripada praktik berlatih membentuk pola pikir kritis dan kreatif menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghela informasi ilmu penegtahuan, teknologi, dan budaya, serta wahana ekspresi diri dan akademis.
Lantas, bagaimana mengubah paradigma pembelajaran bahasa dari pembelajaran klasik yang bersifat hapal-struktural ke pembelajaran bahasa yang fungsional-pragmatik berbasis teks dalam berbagai genre. Di dalam kurikulum 2013 bahasa Indonesia dikatakan sebagai penghela, wahana, dan pembawa pengetahuan, serta wahana ekspresi diri. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai penghela informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya karena dengan bahasa Indonesialah hal-hal tersebut diperoleh melalui proses belajar, baik secara sadar dan terencana di ruang belajar, maupun secara tidak disadari melalui pergaulan sehari-hari dan pengalaman hidup di luar sekolah. Bahasa Indonesia, juga menjadi wahana pengetahuan karena bahasa Indonesia dibelajarkan dan dilatihkan sebagai pembentuk kemampuan kognitif, sikap, dan keterampilan berbahasa. Ia dipelajari oleh siswa dan mahasiswa, atau khalayak sebagai khazanah pengetahuan yang dikuasai secara bertahap dan berkelanjutan.
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia disadari atau tidak, pada setiap kesempatan tertentu diterapkan dalam pemakaian bahasa Indonessia untuk berbagai keperluan komunikasi sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, atau semakin intensif pemakaian bahasa Indonesianya semakin mahir berbahasa Indonesia. Karena itu, bahasa Indonesia dikatakan pula sebagai pembawa pengetahuan karena pada umumnya berbagai informasi, pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya di Indonesia ditulis dalam bentuk teks atau disampaikan oleh narasumbernya dalam bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa berkedudukan sangat penting dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia disebabkan oleh peran bahasa Indonesia yang sangat strategis sebagai bahasa pengantar pendidikan dan bahasa nasional (Politik Bahasa Nasional, 1976:22). Dengan Kurikulum 2013 (K-13), paradigma pengajaran bahasa Indonesia yang berpusat pada guru dan isi materi ajar yang mengutamakan capaian hasil belajar kemampuan kognitif sudah berubah menjadi paradigma pembelajaran bahasa yang mengutamakan proses dan kebermaknaan hasil belajar. Jargon pembelajaran bahasa yang berlaku sekarang yaitu, “Jangan ajari siswa semata-mata pengetahuan bahasa tetapi belajarkan mereka berbahasa sesuai kebutuhan komunikasi dalam dunia mereka”. Dunia pendidikan siswa menuntut kemampuan berbahasa Indonesia yang cermat menaati kaidah kebahasaan dan elok berkesantunan tutur sesuai dengan konteks komunikasi. Pembelajaran bahasa yang menyeluruh dipandang sebagai proses pembentukan karakter kepribadian yang tercermin dari aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan dengan inovasi dan kreasi yang menyenangkan dapat memberi siswa kemampuan berbahasa Indonesia yang benar sesuai kaidah bahasa dan baik menurut etika komunikasinya.
Selain itu, kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia dapat memberi manfaat akademis bagi pembelajaran bidang studi lain. Pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif dan efisien dapat berdampak positif bagi siswa, yaitu menjadikan siswa mahir berbahasa Indonesia, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam pemerolehan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Siswa yang mahir berbahasa Indonesia cenderung akan lebih mudah dan lebih cepat dalam proses belajar dalam berbagai bidang sehingga berpeluang untuk berprestasi dan berdaya saing tinggi dalam dunia pendidikan dan dunia kerja.
Jika bahasa Indonesia sudah dikuasai, kemampuan bersastra dapat dikembangkan dengan mengolah kata menjadi untaian bentuk dan makna yang indah menyentuh perasaan dan menggugah pikiran. Dengan kalimat lain, kemahiran berbahasa dapat tercermin dari olahan kata dan maknanya sebagai rangkaian gagasan yang bernalar ilmiah atau sebagai rangkaian ungkapan perasaan yang indah.
Penulis: Oleh: Halimi Hadibrata, M.Pd.
Staf Kantor Bahasa Bengkulu