Arsip Kategori: pojok

Pemakaian Kata Masing-Masing dan Tiap-Tiap

oleh Poetri Mardiana Sasti*

Kita lebih sering mendengar frasa masing-masing orang daripada tiap-tiap orang. Apakah kata masing-masing dan tiap-tiap bisa saling menggantikan satu sama lain? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi IV, kata masing-masing merupakan pronomina, yaitu kata ganti orang atau benda. Oleh karena itu, kata masing-masing tidak perlu diikuti kata benda lagi. Sedangkan, kata tiap-tiap di dalam KBBI Edisi IV merupakan adjektiva, yaitu kata yang menerangkan nomina atau kata benda. Oleh karena itu, kata tiap-tiap harus diikuti kata benda.

Berikut ini perbedaan kata masing-masing dan tiap-tiap.  

         masing-masing          tiap-tiap
         pronominal          adjektiva
         tidak boleh diikuti kata benda          harus diikuti kata benda
         berkonotasi dengan kata ganti atau berkaitan dengan orang          berkonotasi dengan bilangan
         merupakan kata ganti          merupakan kata keterangan/ sifat
           dapat diganti dengan kata setiap atau tiap

Agar lebih jelas, mari kita cermati beberapa contoh kalimat berikut.

Ayah membeli sepuluh butir permen untuk kedua anaknya.

1.       Masing-masing anak mendapatkan lima butir permen.

2.       Tiap-tiap mendapatkan lima butir permen.

         Contoh kalimat nomor 1 dan 2 tersebut merupakan contoh kalimat yang tidak berterima. Pada kalimat 1 kata anak tidak perlu mengikuti kata masingmasing. Hal itu karena kata anak sudah terwakili dengan kata masing-masing sehingga tidak perlu dituliskan lagi. Sebaliknya, pada contoh kalimat nomor 2 kata tiap-tiap tidak diikuti dengan kata benda yang dijelaskan sehingga kalimat menjadi janggal. Oleh karena itu, pada contoh kalimat nomor 2 kata tiap-tiap harus diikuti kata benda yaitu anak, sehingga kata tiap-tiap menerangkan kata anak. Dengan demikian, kalimat nomor 1 dan 2 dapat berterima bila diubah menjadi kalimat berikut.

Ayah membeli sepuluh butir permen untuk kedua anaknya.

1.     Masing-masing mendapatkan lima butir permen.

2.     Tiap-tiap anak mendapatkan lima butir permen.

         Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata masing-masing dan kata tiap-tiap merupakan dua kata yang berbeda. Keduanya tidak bisa saling menggantikan karena kedua kata tersebut memiliki fungsi yang berbeda.

 

*Staf Balai Bahasa Jawa Tengah

======

Sumber:

Lembar Informasi Kebahasaan dan Kesastraan Edisi 1, JanuariFebruari 2013

Tautan artikel asli: http://www.balaibahasajateng.web.id/index.php/read/home/infobahasa_detail/59/Pemakaian-Kata-Masing-masing-dan-Tiap-tiap

Bagaimana Sebuah Kata Masuk ke KBBI

Untuk menjadi “warga” Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sebuah kata harus sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia secara sematis, leksikal, fonetis, pragmatis, dan penggunaan (usage). Persyaratan tersebut diwakili oleh hal berikut.

  1. Unik. Kata yang diusulkan, baik berasal dari bahasa daerah, maupun bahasa asing, memiliki makna yang belum ada dalam bahasa Indonesia. Kata tersebut akan berfungsi menutup rumpang leksikal (lexical gap), kekosongan makna dalam bahasa Indonesia, contohnya tinggimini, yaitu sebuah tradisi beberapa suku di Papua, seperti Muyu dan Dani berupa pemotongan jari tangan untuk menunjukkan kekecewaan atau duka mendalam atas meninggalnya salah satu anggota keluarga yang biasanya dilakukan oleh kaum perempuan.

 

  1. Eufonik (sedap didengar). Kata yang disusulkan tidak mengandung bunyi yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia atau dengan kata lain sesuai dengan kaidah fonologi bahasa Indonesia. Persyaratan ini dimaksudkan agar kata tersebut mudah dilafalkan oleh oleh penutur bahasa Indonesia dengan beragam latar bahasa ibu, contohnya akhiran /g/ dalam bahasa Betawi/Sunda/Jawa menjadi /k/ dalam bahasa Idonesia atau fonem /eu/ dalam bahasa Sunda menjadi /e/ dalam bahasa Indonesia.

              ojeg  > ojek

              keukeuh > kekeh

 

  1. Seturut kaidah bahasa Indonesia. Kata tersebut dapat dibentuk dan membentuk kata lain dengan kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti pengimbuhan dan pemajemukan.

             kundur > (ter)kunduri

 

  1. Tidak berkonotasi negatif.  Kata yang memiliki konotasi negatif tidak dianjurkan masuk karena kemungkinan tidak berterima di kalangan pengguna tinggi, misalnya beberapa kata yang memiliki makna sama yang belum ada dalam bahasa Indonesia. Dari beberapa kata tersebut, yang akan dipilih untuk masuk ke dalam KBBI adalah kata yang memiliki konotasi lebih positif. Kata lokalisasi dan pelokalan, misalnya, memiliki makna sama. Bentuk terakhir lebih dianjurkan karena memiliki konotasi yang lebih positif. Konotasi tersebut dapat dilihat dari sanding kata yang mengikuti setiap kata tersebut. Contoh dari korpus (http://corpora.informatik.uni-leipzig.de/de/res?corpusId=ind_mixed_2013&word=) berikut dapat menjelaskan hal tersebut.

                                                                                                  

                                                                                           Pelokalan

 

                                      

                                                     Lokalisasi

 

  1. Kerap dipakai. Kekerapan pemakaian sebuah kata diukur menggunakan frekuensi (frequence) dan julat (range). Frekuensi adalah kekerapan kemunculan sebuah kata dalam korpus, sedangkan julat adalah ketersebaran kemunculan kata tersebut di beberapa wilayah. Sebuah kata dianggap kerap pakai kalau frekuensi kemunculannya tinggi dan wilayah kemunculannya juga tersebar secara luas, contohnya kata bobotoh yang ketersebaran penggunaannya meluas di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi serta frekuensi kemunculannya juga tinggi. Hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa laman seperti Googletrends dan Google search.

 

 

Julat (https://trends.google.co.id/trends/explore?q=bobotoh)

 

                     Frekuensi (https://www.google.co.id/search)

                                                                                                                                                                                                              (AD)

Bidang Pengembangan

Pusat Pengembangan dan Pelindungan

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
 
 
 
 
 

Ensiklopedia Sastra Indonesia Versi Daring

 
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa meluncurkan Ensiklopedia Sastra Indonesia versi daring (online). Ensiklopedia Sastra Indonesia tersebut bisa diakses di laman http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/
 
Berikut prakata dari Kepala Badan Bahasa tentang Ensiklopedia Sastra Indonesia versi daring tersebut.

 

 

Prakata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Ensiklopedia Sastra Indonesia versi Daring ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari versi cetaknya yang sudah terlebih dahulu diterbitkan pada tahun 2013. Dalam versi daring ini tidak ada perubahan dan penambahan apa pun dari segi isi, begitu pula dari susunan redaksinya. Dapat dikatakan bahwa Ensiklopedia Sastra Indonesia Daring ini merupakan hasil pengalihwahanaan dari berbasis kertas ke berbasis internet. Meskipun demikian, Ensiklopedia Sastra Indonesia versi cetak tetap diterbitkan, sehingga tersedia dua alternatif pilihan bagi pengguna yang ingin mengakses produk kebahasaan dan kesastraan yang dihasilkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 
Sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, masyarakat cenderung beralih menggunakan perangkat yang lebih efisien dan praktis. Oleh karena itu, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus menyesuaikan diri dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat tersebut. Pembuatan versi daring ini merupakan salah satu wujud adaptasi terhadap kemajuan teknologi informasi tersebut. Selain itu, versi daring ini kami persembahkan sebagai sumbangan kami dalam mengembangkan bahasa Indonesia, khususnya dalam penyediaan sumber-sumber rujukan kebahasaan dan kesastraan. 
Dalam kesempatan ini juga, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Sdr. Arawinda Dinakaramani dan Sdr. Dhyayi Warapsari yang telah merancang Ensiklopedia Sastra Indonesia Daring ini sehingga dapat sampai ke tangan pengguna dengan fitur pencarian yang mudah dan ramah pengguna. Semoga produk ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengguna dan memberikan sumbangan yang besar dalam menyebarkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kebahasaan dan kesastraan.
 
28 Oktober 2016
Dadang Sunendar
Kepala Badan Bahasa

Sumber: http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/tentang| Ensiklopedia Sastra Indonesia – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

EYD yang Disempurnakan Menjadi EBI

Manistebu.com | Sebenarnya ini bukanlah berita baru. Namun, memang akhir-akhir ini, bahkan sudah dua dekade, sepertinya publikasi tentang kebahasaan memang minim sekali. Ya, salah satunya soal EYD yang disempurnkan menjadi EBI–bukan jawaban udang kering yang sering ada di TTS.
Serius? Berdasarkan Permendikbud No. 50 Tahun 2015 maka diberlakukanlah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menggantikan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (PUEYD). Alhasil, sebenarnya Mas Menteri kita sudah mencatatkan sejarah dengan mengganti EYD menjadi EBI. Permendikbud itu ditandatangani pada 26 November 2015 dan diundangkan pada 30 November 2015.

Apakah EBI lebih baik daripada EYD? Ya, tentu saja karena ini penyempurnaan dari hal yang sudah disempurnakan. EBI tampak lebih praktis dan mudah digunakan terkait dengan tata tulis. Hal-hal yang dulu kurang jelas pada EYD kini menjadi lebih terang pada EBI, contohnya penggunaan huruf kapital, huruf tebal, dan huruf miring.
Begitu pula dengan penggunaan tanda baca. Ada hal yang lebih jelas terdapat dalam pemerian (perincian) frasa ke bawah yang menggunakan tanda titik koma (;). Sebelum rincian terakhir pada tanda titik koma dibubuhi kata dan.
Tanda kurung juga berkembang fungsinya yaitu mengapit singkatan dan kepanjangan. Di dalam EYD yang benar adalah penyebutan kepanjangan dulu baru singkatan di dalam kurung. Namun, di dalam EBI, keduanya dibenarkan. Jadi, Anda dapat menulis begini:
Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) atau Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi)
Selebihnya, tidak ada hal baru. EBI terlihat lebih ringkas dengan muatan berikut:
  1. Pemakaian Huruf;
  2. Penulisan Kata;
  3. Pemakaian Tanda Baca; dan
  4. Penulisan Unsur Serapan.
Buku-buku EYD yang kini masih beredar di pasaran, seyogianya direvisi. Jika jeli, secara kreatif para penerbit PUEBI dapat lebih memperkaya lagi pedoman tersebut dengan menyajikan beberapa kasus kebahasaan yang memerlukan jawaban.
Apalagi dalam tata tulis, banyak hal yang tampaknya belum terjawab jika sekadar menggunakan PUEBI. Namun, entah mengapa memang, buku pedoman tata tulis yang lengkap berbasis bahasa Indonesia yang benar tidak kunjung disusun oleh lembaga yang berwenang. Soal lembaga yang berwenang tadi juga mungkin masih membingungkan.
Lalu, di mana mencari dokumen PUEBI itu? Ramban saja mesin pencari dengan kata kunci Permendikbud No. 50 2015 tentang PUEBI. Teks PDF-nya terdapat di situs Badan Bahasa. Tinggal unduh, lalu baca dan pelajari.
————————————————————————————————————-
Bambang Trim adalah praktisi di bidang penulisan-penerbitan dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. Ia juga telah menulis lebih dari 160 judul buku sejak 1994. Kini, Bambang Trim mengelola lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang penulisan-penerbitan yaitu Alinea Ikapi dan InstitutPenulis.id.