Arsip Kategori: tokoh

Hamsad Rangkuti

Hamsad Rangkuti
Hamsad Rangkuti, lelaki berpenampilan sangat sederhana ini lahir di Titikuning, Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 7 Mei 1943 adalah seorang sastrawan Indonesia. Ia sangat dikenal luas masyarakat melalui cerita pendek (cerpen).

Bersaudara enam orang saudaranya, masa kecil ia lewatkan di Kisaran, Asahan, Sumatera Utara. Ia suka menemani bapaknya, yang bekerja sebagai penjaga malam yang merangkap sebagai guru mengaji di pasar kota perkebunan itu.

Kehidupan yang kurang beruntung, mengharuskan Hamsad membantu ibunya ikut mencari makan dengan menjadi penjual buah di pasar. Selain, bekerja sebagai buruh lepas di perkebunan tembakau. “Dulu belum ada semprotan hama, jadi dikerahkan orang untuk merawatnya. Tiap hari saya ikut ibu membalik-balik daun tembakau, bila ada ulatnya kita ambil,” paparnya.

Setelah terkumpul, ulat-ulat itu mereka masukkan ke dalam tabung, yang kemudian dihitung jumlahnya oleh mandor perkebunan,” katanya. Menghadapi kepedihan karena belitan kesulitan hidup, Hamsad pun sering menghabiskan hari-harinya dengan melamun dan berimajinasi bagaimana memiliki dan menjadi sesuatu. Berkembanglah berbagai pikiran liar, yang antaranya ia tuangkan dalam cerita pendek. Kebetulan juga ayahnya suka mendongeng. “Saya merasa bakat mendongeng itu saya peroleh dari ayah saya. Cuma dia secara lisan, saya dengan tulisan,” katanya.

Pendidikan SMA nya hanya sampai kelas 2 tahun 1961, karena ia tak mampu lagi membayar uang sekolah.

Hamsad lalu bekerja sebagai pegawai sipil Kantor Kehakiman Komando Daerah Militer II Bukit Barisan di Medan. Tapi hasrat menjadi pengarang lebih besar daripada bertahan sebagai pegawai.

Saat itu kebetulan akan berlangsung Konferensi Karyawan Pengarang seluruh Indonesia (KKPI) di Jakarta, dan ia termasuk dalam delegasi pengarang Sumatera Utara di tahun 1964. “Setelah pulang konferensi itulah saya memutuskan tinggal di Jakarta,” papar penandatangan Manifes Kebudayaan ini.

Ia tinggal di Balai Budaya, Jalan Gereja Theresia, Jakarta Pusat. “Saya tidur di ubin beralaskan koran. Karena ubinnya lebih rendah dari jalan, lantainya sering kebanjiran kalau hujan,” kata Hamsad mengungkapkan tahun-tahun awal penderitaannya di Jakarta. Namun di sini ia bisa menguping obrolan para seniman senior, yang sedang mengadakan acara kesenian atau sekadar berkumpul-kumpul di sana.

Kariernya sebagai penulis cerita pendek sejak 1962, dan
Pemimpin Redaksi Majalah Horison.

Tak mampu berlangganan koran dan membeli buku, Hamsad terpaksa membaca koran tempel di kantor wedana setempat. Di sanalah ia berkenalan dengan karya-karya para pengarang terkenal seperti Anton Chekov, Ernest Hemingway, Maxim Gorki, O. Henry, dan Pramoedya Ananta Toer.

Dari sini pula kepengarangannya tumbuh dan berkembang. Masih di SMP di Tanjungbalai, Asahan, ditahun 1959, ia menghasilkan cerpennya yang pertama, Sebuah Nyanyian di Rambung Tua, yang dimuat di sebuah koran di Medan.
KARYA:

Kini Hamsad telah mencapai cita-citanya menjadi penulis cerpen yang berhasil. Sejumlah cerpennya telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, seperti:
1. Sampah Bulan Desember yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, dan
2. Sukri Membawa Pisau Belati yang diterjemahkan kedalam bahasa Jerman.

Dua cerpen dari pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka tahun 2001 ini, antara lain:
1. Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo, dan
2. Senyum Seorang Jenderal
pada 17 Agustus dimuat dalam Beyond the Horizon, Short Stories from Contemporary Indonesia yang diterbitkan oleh Monash Asia Institute.

Tiga kumpulan cerpennya, antara lain:
1. Lukisan Perkawinan, dan
2. Cemara di tahun 1982, serta
3. Sampah Bulan Desember di tahun 2000,
masing-masing diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan, Grafiti Pers, dan Kompas.

Novel pertamanya, Ketika Lampu Berwarna Merah memenangkan sayembara penulisan roman DKI, yang kemudian diterbitkan oleh Kompas pada 1981. Bagi Hamsad, proses kreatif lahir dari daya imajinasi dan kreativitas. Sehingga ia pernah bilang pada suatu seminar di Ujung Pandang bahwa para seniman rata-rata pembohong. Tapi bagaimana ia sendiri terilhami ? Hamsad lalu menunjuk proses penciptaaan cerpennya Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu.

Penghargaan :

– Penghargaan Insan Seni Indonesia 1999 Mal Taman Anggrek & Musicafe,
– Penghargaan Sastra Pemerintah DKI (2000)
– Penghargaan Khusus Kompas 2001 atas kesetiaan dalam penulisan cerpen,
– Penghargaan Sastra Pusat Bahasa (2001),
– Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 tahun Balai Pustaka (2001)

Karya Tulis :
1. Sebuah Nyanyian di Rambung Tua (1959),
2. Ketika Lampu Berwarna Merah (1981),
3. Lukisan Perkawinan (1982),
4. Cemara (1982),
5. Sampah Bulan Desember,
6. Sukri Membawa Pisau Belati,
7. Umur Panjang Untuk Tuan Joyokoroyo (2001),
8. Senyum Seorang Jenderal (2001),
9. Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu,
10. Bibir dalam Pispot (2003).

 
Sumber: Badan Bahasa

Budi Darma

Budi Darma lahir tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Ia anak keempat dari enam bersaudara yang semuanya laki-laki. Kedua orang tuanya berasal dari Rembang. Ayahnya bernama Munandar Darmowidagdo dan bekerja sebagai pegawai kantor pos. Ibunya bernama Sri Kunmaryati. Karena pekerjaan ayahnya, Budi darma sering berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti orang tuanya, antara lain di Bandung, Yogyakarta, dan Semarang.

Budi Darma menikah pada tanggal 14 Maret 1968 dengan Sitaresmi, S.H., yang lahir 7 September 1938. Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Diana (lahir di Banyuwangi, 15 Mei 1969), Guritno (lahir di Banyuwangi, 4 Februari 1972), dan Hannato Widodo (lahir di Surabaya, 3 Juni 1974).

Budi Darma menempuh pendidikan di berbagai kota. Pendidikan sekolah dasar diselesaikannya tahun 1950 di Kudus, Jawa Tengah. Sekolah menengah pertama diselesaikannya tahun 1953 di Salatiga, Jawa Tengah. Kemudian, pendidikan sekolah menengah atas (SMA) diselesaikannya di Semarang tahun 1956. Setamat SMA, Budi Darma meneruskan kuliah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, dan selesai tahun 1963. Judul skripsinya adalh Tragic Heroes in The Plays of Marlowe. Selama satu tahun (1967) ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat. Pada tahun 1970—1971 ia mendapat beasiswa dari East West Centre untuk belajar ilmu budaya dasar (basic humanities) di Universitas Hawai, Honolulu, Amerika Serikat. Pada tahun 1975 meraih gelar M.A. dari Universitas Indiana, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, yang judul tesisnya adalah Tha Death and The Alive, dan tahun 1980 di universitas yang sama ia meraih gelar Ph.D. dengan judul disertasinya Character and Moral Jugment in Jane Austin’s Novel.

Setelah tamat dari Jurusan Satra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, (1963) sampai sekarang, Budi Darma mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) (dahulu IKIP Surabaya). Selain sebagai dosen, Budi Darma juga pernah menjabat Ketua Jurusan Sastra Inggris (1966—1970 dan 1980—1984), Dekan Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (1963—1966 dan 1970—1974), dan Rektor IKIP Surabaya (1984—1988). Tahun 1980 ia menjadi visiting associate research di Universitas Indiana.
Budi Darma tercatat sebagai anggota Modern Language Association (MLA), New York (1977—1990). Nama Budi Darma tercatat dalam buku Who’s Who in The World (1982—1983).

Sumbangan Budi Darma kepada kehidupan sastra sangat besar. Dalam kerangka kerja sama Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera), Budi Darma membimbing cerpenis dan esais muda berbakat dari Brunai Darussalam, Indonesia, dan Malaysia dalam wadah Program Penulisan Mastera (1998—1999). Budi Darma juga terlibat dalam pembimbingan berbagai lokakarya dan penataran sastra bagi pegawai Pusat Bahasa dan dosen muda dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

KARYA:
Hasil karya Budi Darma berbentuk cerita pendek, novel, esai, dan puisi yang tersebar di berbagai media massa, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Budi Darma dianggap memelopori penggunaan teknik kolase, yaitu teknik penempelan potongan iklan bioskop dan tiket pertunjukan dalam karya-karyanya, seperti Orang-Orang Bloomington dan Olenka. Berikut ini adalah karya Budi Darma.
1. Orang-Orang Bloomington (kumpulan cerpen, 1950)
2. Ny. Talis (novel, 1983)
3. Olenka (novel, 1997)
4. Rafilus (novel, 1988)
5. Sejumlah Esai Sastra (kumpulan esai, 1984)
6. Solilokui (kumpulan esai, 1983)
7. Harmonium (kumpulan esai, 1996)
8. Derabat (cerpen, 1999)
9. The Legacy karya Intsi V. Himanyunga (terjemahan, 1996)
10. Sejarah 10 November 1945 (1987)
11. Culture in Surabaya (1992)
12. Modern Literature of ASEAN (2000)
13. Kumpulan Esai Sastra ASEAN (Asean Committee on Culture and Information)
Beberapa karya Budi Darma yang berbentuk cerita pendek pernah ditransformasikan dalam bentuk drama, yaitu “Orez”, yang dipentaskan mahasiswa ISI Yogyakarta, dan “Kritikus Adinan”, yang dipentaskan mahasiswa STSI Bandung).

PENGHARGAAN
Karena peranannya dalam sastra, Budi Darma mendapat hadiah dan penghargaan dari berbagai pihak. Berikut ini hadiah/penghargaan yang diterima Budi Darma.

  1. Hadiah Pertama Sayembara Mengarang Naskah Roman Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya Olenka (1980);
  2. Penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta atas novelnya, Olenka, sebagai novel terbaik (1983);
  3. Penghargaan Sea Write Award dari pemerintah Thailand atas karyanya yang berjudul Orang-Orang Bloomington (1984);
  4. Penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia (1993);
  5. Penghargaan dari Kompas atas cerpennya, “Derabat”, sebagai cerpen terbaik (1999).

Sumber Artikel: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/735/Budi%20Darma

Abdul Muis

 
Abdul Muis lahir pada tanggal 3 Juni 1883 di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia adalah putra Datuk Tumenggung Lareh, Sungai Puar. Seperti halnya orang Minangkabau, Abdul Muis juga memiliki jiwa petualang yang tinggi. Sejak masih remaja, ia sudah berani meninggalkan kampung halamannya, merantau ke Puiau Jawa. Bahkan, masa tuanya pun dihabiskannya di perantauan.

Sastrawan yang sekaligus juga pejuang dan wartawan ini meninggal dunia di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959 dalam usia 76 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra, Bandung. Ia meninggalkan 2 orang istri dan 13 orang anak.

Abdul Muis lulusan Sekolah Eropa Rendah (Eur. Lagere School atau yang sering disingkat ELS). Ia pernah belajar di Stovia selama tiga setengah tahun (1900–1902). Namun, karena sakit, ia  keluar dan sekolah kedokteran tersebut. Pada tahun 1917 ia  pergi ke negeri Belanda untuk menambah pengetahuannya.

Meskipun hanya berijazah ujian amtenar kecil (klein ambtenaars examen) dan ELS, Abdul Muis memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang baik. Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdul Muis dalam berbahasa Belanda dianggap melebihi rata-rata orang Belanda. Oleh karena itu, begitu keluar dan Stovia, ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs (Direktur Pendidikan) di Departement van Onderwijs en Eredienst yang membawahi Stovia, menjadi kierk. Padahal, pada waktu itu belum ada orang prihumi yang diangkat sebagai kierk.  Abdul Muis merupakan orang indonesia pertama yang dapat menjadi kierk.

Pengangkatan Abdul Muis menjadi kierk tidak disukai oleh pegawai Belanda lainnya. Hal itu  membuat Abdul Muis tidak betah bekerja. Akhirnya, pada tahun 1905 ia keluar dan departemen itu setelah bekerja  selama Iebih kurang dua setengah tahun (1903– 1905).

Sekeluarnya dan Department van Onderwzjs en Eredienst sebagai kierk hingga akhir hayatnya, Abdul Muis sempat menekuni berbagai macam pekerjaan, baik di bidang sastra, jurnalistik. maupun politik. Bidang pekerjaan yang pertama kali diterjuninya adalah bidang jurnalistik. Pada tahun 1905 ia juga  diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia, sebuah majalah yang banyak memuat berita politik di Bandung. Karena pada tahun 1907 Bintang Hindia dilarang terbit, Abdul Muis pindah kerja ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mantri lumbung. Pekerjaan itu ditekuninya selama lima tahun, sebelum ia diberhentikan dengan hormat (karena cekcok dengan controleur) pada tahun 1912. Ia kemudian bekerja di De Prianger Bode, sebuah surat kabar (harian) Belanda yang terbit di Bandung, sebagal korektor, Ddalam tempo tiga bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorrector (korektor kepala) karena mempunyai kemampuan berbahasa Belandanya yang baik.

Pada tahun 1913 Abdul Muis keluar dan De Prianger Bode. Sebagai pemuda yang berjiwa patriot, ia mulai tertarik pada dunia politik dan masuk  ke Serikat Islam (SI). Bersama dengan mendiang A.H. Wignyadisastra, Ia dipercaya memimpin Kaum Muda, salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Pada tahun itu, atas imsiatif dr. Cipto Mangunkusumo, Abdul Muis (bersama dengan Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat) membentuk Komite Bumi Putra untuk mengadakan perlawanan terhadap maksud Belanda mengadakan perayaan besar-besaran seratus tahun kemerdekaannya serta untuk mendesak Ratu Belanda agar memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam berpolitik dan bernegara.

Pada zaman pergerakan, bersama dengan H.O.S. Cokroaminoto, Abdul Muis berjuang memimpin Serikat Islam. Pada tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan SI pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan Comite Indie Weerbaar.
Pada tahun 1918, sekembalinya dan negeri Belanda, Abdul Muis  pindah bekerja ke harian Neraca karena Kaum Muda telah diambil alih oleh Politiek Economische Bond, sebuah gerakan politik Belanda di bawah pimpinan Residen Engelenberg. Pada tahun 1918  Abdul Muis menjadi anggota dewan Volksraad (Dewan Rakyat Jajahan).

Perjuangan Abdul Muis ternyata tidak hanya berhenti sampal di situ. Bersama dengan tokoh lainnya, Abdul Muis terus berjuang menentang penjajah Belanda. Pada tahun 1922, misalnya, ia memimpin anak buahnya yang tergabung dalain PPPB (Perkumpulan Pegawal Pegadaian Bumiputra) mengadakan pemogokan di Yogyakarta. Setahun kemudian, ia  memimpin sebuah gerakan memprotes aturan landrentestelsel (Undang-Undang Pengawasan Tanah) yang akan diberlakukan oleh Belanda di Sumatra Barat. Protes tersebut berhasil. Landrentestelsel pun urung diberlakukan. Di samping itu, ia juga masih tetap memimpin harian Utusan Melayu dan Perobahan. Melalui kedua surat kabar tersebut ia terus melancarkan serangannya.

Oleh pemerintah Belanda tindakan Abdul Muis tersebut dianggap dapat mengganggu ketenteraman dan ketertiban masyarakat. OIeh karena itu, pada tahun 1926 Abdul Muis ‘dikeluarkan’ dari daerah luar Jawa dan Madura. Akibatnya, selama Iebih kurang tiga belas tahun (1926–1939) Ia tidak boleh meninggalkan Pulau Jawa.

Meskipun tidak boleh meninggalkan Pulau Jawa, tidak berarti Abdul Muis berhenti berjuang. Ia kemudian mendirikan harian Kaum Kita di Bandung dan Mimbar Rakyat di Garut. Namun, kedua surat kabar tersebut tidak lama hidupnya.

Di samping berkecimpung di dunia pers, Abdul Muis tetap aktif di dunia politik. Pada tahun 1926  Serikat Islam imencalonkannya  (dan terpilih) menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Enam tahun kemudian (1932) ia diangkat menjadi Regentschapsraad Gontroleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942).

Di masa pendudukan Jepang, Abdul Muis masih kuat bekerja meskipun penyakit darah tinggi mulai meñggerogotinya. Ia, oleh Jepang, diangkat sebgai pegawai sociale zaken ‘hal-hal kemasyarakatan’. Karena sudah merasa tua, pada tahun 1944 Abdul Muis berhenti bekerja. Namun,  pada zaman pascaprokiamasi, ia aktif kembali dan ikut bergabung dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Bahkan, ia pernah pula diminta untuk menjadi anggota DPA.

Bakat kepengarangan Abdul Muis sebenarnya baru terlihat setelah Ia bekerja di dunia penerbitan, terutama di harian Kaum Muda yang dipimpinnya. Dengan menggunakan inisial nama  A.M., ia menulis hanyak hal. Salah satu di antananya adalah roman sejarahnya,  Surapati. Sebelum diterbitkan sebagai buku, roman tersebut dimuat sebagal feui/.leton ‘cerita bersambung’ di harian Kaum Muda.

Sebagai sastrawan, Abdul Muis kurang produktif. Ia menghasilkan empat buah novel/roman dan beberapa karya terjemahan.  Namun, dari karyanya yang sedikit itu, Abdul Muis tercatat indah dalam sejarah sastra Indonesia. Karya besarnya, Salah Asuhan, dianggap sebagal corak baru penulisan prosa pada saat itu. Jika pada saat itu sebagian besar pengarang selalu menyajikan tema lama: pertentangan kaum tua dengan kaum muda, kawin paksa, dan adat istiadat, Salah Asuhan menampilkan masalah konflik pribadi: dendam, cinta, dan cita-cita.

KARYA:
1. Tom Sawyer Anak Amerika (terjemahan karya Mark Twain, Amerika), Jakarta:Balai Pustaka, 1928
2. Sebatang Kara (terjemahan karya Hector Malot, Prancis), Cetakan 2, Jakarta:Balai Pustaka, 1949
3.  Hikavat Bachtiar (saduran cerita lama), Bandung:Kolff, 1950
4. Hendak Berbalai, Bandung:KoIff, 1951
5. Kita dan Demokrasi, Bandung:Kolff, 1951
6. Robert Anak Surapati, Jakarta:Balai Pustaka, 1953
7. Hikayat Mordechai: Pemimpin Yahudi, Bandung:Kolff. 1956
8. Kurnia, Bandung:Masa Baru, 1958
9. Pertemuan Djodoh (Cetakan 4), Jakarta:Nusantana, 1961
10. Surapati. Jakarta:Balai Pustaka, 1965
11. Salah Asuhan, Jakarta:Balai Pustaka, 1967
12. Cut Nyak Din: Riwayat Hithip Seorang Putri Aceh (terjemahan karya Lulofs, M.H. Szekely), Jakarta:Chailan Sjamsoe, t.t.
13. Don Kisot (terjemahan karya Cervantes, Spanyol)
14. Pangeran Kornel (terjemahan karya Memed Sastrahadiprawira, Sunda)
15. Daman Brandal Sekolah Gudang, Jakarta:Noordhoff, t.t.

Anton M. Moeliono

Anton M. Moeliono lahir di Bandung pada tanggal 21 Februari 1929 . Ia adalah  anak ketiga dari  pasangan R.M. Moeliono Prawirohardjo dan Maria A. Igno. Ia menikah dengan Cecilia Soeparni Josowidagdo. Dari pernikahannya itu, mereka  mempunyai dua orang anak. Anaknya yang sulung, Miriam Dian Pramesti, bersuami Yultido Ichwan. Mereka mempunyai dua anak: Diptraya Pramandana Ratulangi dan Karisa Diacita. Anaknya yang kedua, Isbia Nilam Paramita, bersuami Rafiq Hakim Radinal. Mereka dikaruniai dua orang anak: Giovanni Reshwara Argya dan Rafael Nararya Prasidha.

    Pada tahun 1958 Anton M. Moeliono menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Kemudian, pada tahun 1965 ia memperoleh gelar Master of Arts in General Lingustics di Cornell University, AS. Ia mengikuti program Studi Pascasarjana, Rijksuniversiteit Leiden, pada tahun 1971–1972 dan menjadi Professional Associate di East-West Center, University of Hawai, pada tahun 1977.

    Setelah itu, pada tahun 1980 dia menjadi Visiting Fellow, Research School of Pacific Studies, The Australian National University. Ia memperoleh gelar doktor Ilmu Sastra, Bidang Linguistik, di Universitas Indonesia pada tahun 1981.

    Sejak tahun 1982, ia menjadi guru besar bahasa Indonesia dan lingustik  di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

    Sebagai pakar bahasa, Anton Moeliono memiliki  banyak pengalaman, baik di Universitas Indonesia, Pusat Bahasa, maupun Universitas Atma Jaya. Ia meniti jenjang kariernya di Universitas Indonesia sejak tahun 1958. Pada mulanya ia menjadi  asisten ahli. Kemudian, ketika berumur 31 tahun, pada tahun 1960–1963, ia menjadi Ketua Jurusan Sastra Indonesia. Pada tahun 1962–1967 ia menjadi lektor. Ia juga menjadi Pembantu Dekan Bidang Akademi sejak tahun 1965 sampai dengan 1967 dan Ketua Badan Pimpinan Fakultas Sastra tahun 1966–1967.

    Pada tahun 1969–1977 ia menjadi Kepala Lembaga Linguistik. Pada tahun 1967–1973 ia diangkat menjadi Lektor Kepala Madya dan pada tahun 1973–1982 menjadi Lektor Kepala. Dia memangku jabatan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Sastra pada tahun1982–1983 dan Ketua Program Studi Linguistik Pascasarjana tahun 1987–2000. Kemudian, ia menjadi Ketua Jurusan Sastra Germania pada tahun 1989–1990 dan tahun 1991–1995 merangkap jabatan Ketua Program Studi Sastra Belanda. Ia menjadi profesor tamu  di Goethe Universität, Frankfurt, tahun 1990–1991; profesor tamu di Katholieke Universiteit Brabant, Tilburg, tahun 1991; profesor tidak tetap pada Program Pascasarjana, IKIP Jakarta, pada tahun 1991–1995.

    Anton M. Moeliono juga mengabdi  di Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional ,sejak tahun 1960. Pada tahun 1960–1963 ia menjadi Kepala Bidang Perkamusan. Kemudian, dia menjadi Ketua Komisi Istilah Seksi Linguistik pada tahun 1962–1967 dan pada tahun 1966–1967 menjadi Wakil Ketua Komisi Istilah. Pada tahun 1966–1972 dia diangkat menjadi Ketua Panitia Ejaan Baru. Dia menjadi Wakil Ketua Panitia Kerja Sama Kebahasaan pada tahun 1972–1984 dan Ketua  Panitia Kerja Sama Kebahasaan pada tahun 1984–1989. Sejak tahun 1993 sampai sekarang ia menjadi anggota Panitia Kerja Sama Kebahasaan.

    Ia memangku jabatan Kepala Pusat Bahasa pada tahun 1984–1989.  Ia juga pernah menjadi Direktur Indonesian Linguistics Development Project (Proyek Kerja Sama Universitas Leiden-Pusat Bahasa) pada tahun 1988–1990 dan menjadi Direktur Eksekutifnya pada tahun 1990–1992. Sejak tahun 1993 sampai sekarang, ia aktif sebagai konsultan  bahasa, khususnya peristilahan di Pusat Bahasa.

    Selain di Universitas Indonesia dan Pusat Bahasa, Depdiknas, Anton M. Moeliono juga berkiprah di Universitas Atma Jaya. Ia salah seorang anggota perintis dan pendiri Yayasan Atma Jaya pada 1960 dan menjadi anggota yayasan tersebut sejak tahun 1962 sampai 1999.

    Ia menjadi Ketua Badan Harian Yayasan Atma Jaya pada tahun 1967–1968, lalu menjadi anggota badan itu sejak tahun 1968 –1999. Di samping itu, pada tahun 1961–1963 ia menjadi Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan, lalu pada tahun 1964–1970 ia memangku jabatan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan dan pada tahun 1967–1970 merangkap menjadi Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Dia kemudian menjadi Direktur Pusat Penelitian pada tahun 1974–1986 dan 1991–1994 dan pada tahun 1980–1981 merangkap menjadi Direktur Lembaga Bahasa.

    Pada tahun 1984–1990 selaku warga Atma Jaya ia terpilih menjadi Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik. Kemudian.  Pada tahun 1993 ia diangkat menjadi  profesor tidak tetap Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Program Pendidikan Pascasarjana. Sejak tahun 2000  ia menjadi guru besar tetap FKIP Atma Jaya dan merangkap sebagai Ketua Program Studi Linguistik Terapan tersebut. Pada tahun 2001 ia mendapat kehormatan menjadi Warga Adipurna Atma Jaya.

    Di organisasi profesi Anton M. Moeliono juga aktif.  Ia pernah menjadi Wakil Ketua Ikatan Sarjana Kaltolik (ISKA) pada tahun 1959–1963; Wakil Ketua Ikatan Sarjana Sastra Indonesia pada tahun 1961–1966; Ketua Ikatan Lingustik Indonesia, Jakarta, pada tahun 1967–1975; dan Wakil Ketua Masyarakat Linguistik Indonesia pada tahun 1975–1979. Selain itu, Anton M. Moeliono juga menjadi anggota Dewan Pembina Himpunan Pembina Bahasa Indonesia pada tahun 1985–1986, anggota Dewan Pembina Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia pada tahun 1986, anggota Royal Institute of Linguistics and Anthropology, Netherlands, tahun 1950–1986, dan anggota Linguistic Society of America tahun 1965.

    Prof. Dr. Anton M. Moeliono wafat pada hari Senin, 25 Juli 2011, pukul 23.27 WIB, di RS Medistra, Jakarta, karena sakit.

KARYA:

  1. “Fonologi Bahasa Nias Utara” (Skripsi Fakultas Sastra, UI, 1958)
  2. “Beberapa Patokan dan Saran untuk Pelaksanaan Linguistik di Indonesia”(denganT.W.Kamil,  majalah llmu Pengetahuan, Jakarta, 1960)
  3. Ragam Bahasa di Irian Barat. di dalam Koentjaraningrat dan H.W. Bachtiar (Ed.) Penduduk lrian Barat (Jakarta, 1963)
  4. “On Grammatical Categories in Indonesian” ( Tesis,1964)
  5. Kamus Ilmu Bahasa dan Kesusastraan. Djakarta ( Ed.) (Lembaga Bahasa Nasional, 1965)
  6. ”Studi Bidang Bangunan dan Alat Rumah Tangga’. di dalam Studi Bidang Kehidupan Desa di Pinggiran Djakarta (Balai Pustaka, Jakarta, 1966)
  7. Edjaan Baru Bahasa Indonesia (Dian Rakjat, Jakarta, 1967)
  8. “Suatu Reorientasi dalam Tata Bahasa Indonesia” dalam  Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru (Gunung Agung, Jakarta,1967)
  9. “Beberapa Tjatatan Bahasa terhadap Doa Harian” (Berita Liturgi II, 5 dan 6)
  10. “Arti Kata  Spiritus dalam Bahasa  Indonesia” (Berita Liturgi II, 10,1967)
  11. “Terdjemahan Baru Bacaan Alkitab dalam Misa Mempelai ” ( Berita Liturgi III, 5, 1968)
  12. “‘Faktor Sosiobudaya dalam Bahasa Kegeredjaan Kita” (Berita Liturgi III, 11, 1968)
  13. “‘Sekali Lagi Masalah Tutur Sapa” (Berita Liturgi IV, 6 dan 7, 1969)
  14. “Bahasa Indonesia dan Pembakuannya: Suatu Tinjauan Linguistik'” ( Majalah Dewan Bahasa XIII, 4 ,1969)
  15. “‘Aspek Etnolinguistik dalam Terjemahan”  (Basis II, 8, Yogyakarta, 1969)
  16. “‘Terms and Terminological Language” (The Indonesian Quarterly 2/1: 90-104, 1973)
  17. Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan et.al. ( Jakarta,1975)
  18. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Jakarta, 1975)
  19. “‘A Recent History of Spelling Reforms in Indonesia” ( Jakarta, 1975)
  20. “‘Language Loyalty Versus Linguistic Diversification” (ASANAL II, 1975)
  21. “Ciri-Ciri Bahasa Indonesia yang Baku” ( Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra I, 3, Jakarta,1976)
  22. “Penyusunan Tata Bahasa Struktural”  (Jakarta, 1977)
  23. “Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia” (Jakarta, 1977)
  24. “Dua Pedoman Pelengkap Pembentukan Istilah” (Jakarta, 1978)
  25. “Sejarah dan Perkembangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Jakarta, 1978)
  26. “Bahasa Indonesia dan Ragam-Ragamnya” ( Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, 1, Jakarta, 1978)
  27. “Pemodernan Bahasa Indonesia” ( Analisis Kebudayaan, Jakarta, 1978)
  28. “Diksi atau Pilihan Kata” (Jakarta, 1982)
  29. “Language Planning and Modernization” (Lokakarya Culture Learning Institute, Hawaii, 1983)
  30. Santun Bahasa (Gramedia, Jakarta, 1984)
  31. “Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif dalam Perencanaan Bahasa” dan  dalam versi Inggris: Language Development and Language Cultivation: Alternative Approaches in Language Planning (Sen Pacific Linguistics, S.A. Wurm (Ed.) (1985)
  32. Language Development and Cultivation: Alternative Approaches in Language Planning (Pacific Linguistics, 68 Canberra: The Australian National University, 1986)
  33. Masalah Bahasa yang Dapat Anda Atasi Sendiri (Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1987)
  34. “Intellectualization of the Lexicon: The Development of Indonesia Terminologies” (Jakarta, 1987)
  35. “Indonesian Language in Science and Technology” (Salatiga, 1987)
  36. “Functional Roles of Indonesian: Experiment in Language Planning” (Annual Conference of Linguistic Society of Papua New, Guinea, Lae, 1987)
  37. “Penyunting Penyelia  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 1 (Jakarta, 1988)
  38. “Indonesia Language vis-Ã -vis Strategies of National Culture Development” ( Salatiga, 1988)
  39. “Makna Pembinaan Bahasa Jerman di dalam Masyarakat Indonesia” (Jakarta, 1988)
  40. “Sikap Bahasa yang Bertalian dengan Usaha Pengembangan dan Pembinaan Bahasa” (Jakarta, 1988)
  41. “Peranan Bahasa Pembangunan” (Jakarta, 1988)
  42. “Pedoman Pengembangan Istilah” (Jakarta, 1988)
  43. Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Tersebar (Gramedia, Jakarta, 1989)
  44. Language Planning Processes in a Multilingual Society ( Leiden, 1989)
  45. “The First Efforts to Promote and Develop Indonesian” dalam Joshua A. Fishman (Ed.) The Earliest Stage of Language Planning:The First Congress  Phenomenon (New York, 1993)
  46. “Indonesian Language Development and Cultivation” dalam Abdullah Hassan (Comp.) Language Planning in Southeast Asia ( Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1993)
  47. “Standardisation and Modernisation in Indonesian Language Planning” dalam Georges Luedi (ed.) Sprachstandardisierung 12 Kolloquium der Schweizenischen Akademie der Geistes-und Sozialwissenschaften, (Freibung,1994)
  48. “Contact-induced Language Change in Present- day Indonesian” dalam Tom Dutton dan Darrell T. Tryon (Ed.) Language Contact and Change in the Austronesian Worlds ( New York, 1994)
  49. “Le Probleme de Ia Langue: Cest a se taper la Tête contre les Murs” dalam Marcell Bonneff et al. L’Indonesie Contemporaine (Cahier d’Archipel, Paris, 1994)
  50. Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam Bidang Iptek (ITB, Bandung, 1996)
  51. Aspek Teoretis dalam Penerjemahan (Jakarta, 1997)
  52. Beberapa Aspek Masalah Penerjemahan ke Bahasa Indonesia (ITB, Bandung, 1997)
  53. Implikasi Penerjemahan dalam Pengembangan Bahasa Indonesia (ITB, Bandung, 1998)
  54. Bahasa dan Peristilahan dalam Konteks Hukum dan Perundang-undangan (Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 2000)
  55. “Bahasa Indonesia sebagai Alat Pemersatu Bangsa” (Media Indonesia, Jakarta, 2000)
Penghargaan
  1. Bintang Ksatria Ordo Gregorius Magnus Agung dari Vatikan (1993)
  2. Gelar Doktor Honoris Causa Ilmu Sastra dari Melbourne University (1995)
  3. Bintang Ksatria Perwira Ordo Oranje-Nassau dari Kerajaan Belanda (1996)

Di samping itu, ada empat buku muhibah yang disampaikan oleh mantan muridnya, rekan, dan sahabatnya.
1. Bahasawan Cendekia (1994)
2. Mengiring Rekan Sejawat: Festschrift buat Pak Ton (1994)
3. Telaah Bahasa dan Sastra (1999)
4. Kajian Serba Linguistik untuk Anton Moeliono, Pereka Bahasa (2001)

Hasan Alwi

Hasan Alwi adalah mantan Kepala Pusat Bahasa, Jakarta. Ia dilahirkan di Talaga, Cirebon, Jawa Barat, pada tanggal 14 Juli 1940. Ia dibesarkan dalam keluarga yang beragama Islam. Pada tahun 2000 bersama istrinya ia menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekah. Hasan Alwi mempunyai empat orang anak.

Hasan Alwi menyelesaikan pendidikan sekolah rakyat tahun 1952, SMP negeri tahun 1955, dan SGB tahun 1956, semuanya di Majalengka. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di SMA Taman Siswa, Bogor, tahun 1962. Pada tahun 1971 ia menyelesaikan pendidikan sarjana S-1 Jurusan Bahasa Prancis, IKIP Jakarta (sekarang UNJ). Gelar akademiknya tertinggi diperoleh pada tahun 1990 dalam Program Doktor Bidang Linguistik, Universitas Indonesia. Sebelumnya, ia mengikuti pendidikan Centre de Linguistique

Appliquée, Faculté de Lettres, Université de Besançon, Prancis (1973—1974), Post Graduate Training Programme for General and Austronesian Linguistics, Rijksuniversiteit, Leiden (1979—1980), dan Johann Wolfgang Goethe Universitat, Frankfurt (1986/1987).

Karier Hasan Alwi diawali dengan menjadi guru SD di Banjaran, Talaga (1956–1959); di Ciheuleut, Bogor (1959–1962); dan di Jakarta (1962–1965). Kemudian, ia juga menjadi guru Bahasa Prancis pada SMA IPPI Jakarta, SMA Wedha Jakarta, SMA Santa Ursula II Jakarta, SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan IKIP Jakarta (1965–1969). Ia juga mengajar bahasa Prancis pada Akademi Bahasa Asing, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1966-1978), pada Djakarta Academy of Languages, Jakarta (1966–1979), pada Pusat Kebudayaan Prancis, Jakarta (1972–1986). Selain itu, ia pernah menjadi redaksi/penyiar pada Seksi Prancis, Siaran Luar Negeri, RRI Jakarta (1964–1973). Pada tahun 1978 Hasan Alwi bekerja di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang Pusat Bahasa), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pembantu pimpinan.

Jabatan struktural yang pernah dipegang Hasan Alwi diawalinya ketika ia diangkat sebagai Kepala Bidang Perkamusan dan Peristilahan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pen¬didikan dan Kebudayaan (1991). Pada tahun 1992—2001 ia diangkat sebagai Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pen¬didikan dan Kebudayaan . Setelah selesai jabatannya itu, Hasan Alwi menjadi peneliti pada Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2001—sekarang). Selain itu, ia menjadi penguji/pembimbing/pengajar pada Program Pascasarjana Universitas Padja¬djaran, Universitas Indonesia, dan Universitas Negeri Jakarta (1992–sekarang).
 
Sebagai ahli bahasa, Hasan Alwi banyak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan profesinya, baik dari dalam maupun luar negeri. Kegiatan itu, antara lain, sebagai penanggung jawab majalah Cadence, Perhimpunan Pengajar Bahasa Prancis Seluruh Indonesia (1988–1990), Pemimpin Redaksi Majalah Bahasa dan Sastra, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2001—sekarang), Dewan Penasihat Pengurus Pusat Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) Periode 1994-1997 dan 1997—2000, Ketua Panitia Penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia VI Tahun 1993 dan Kongres Bahasa Indonesia VII Tahun 1998, Wakil Ketua Panitia Pengarah Kongres Bahasa Jawa II, Batu, Malang, 1996, Ketua Komite Nasional RELC untuk Indonesia (1992—2001), Ketua Panitia Kerja Sama Kebahasaan (Pakersa)(1992—2001), Ketua Perutusan Indonesia pada Sidang Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia (Mabbim)(1992—1999 dan 2001), Ketua Perutusan Indonesia pada Sidang Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) (1996—1999 dan 2001), Ahli Jawatankuasa Mastera pada Bengkel Kesusastraan Bandingan 1996, 13–14 Agustus 1996, Kuala Lumpur, Ahli Jawatankuasa Eksekutif Majlis Antarabangsa Bahasa Melayu (MABM) (2000—2001), Ahli Jawatankuasa Kerja Majlis Antarabangsa Bahasa Melayu (MABM) (2001—sekarang), Ketua ASEAN-COCI Working Group on Literary and Asean Studies (1996—1998), dan Anggota Governing Board SEAMEO-RELC (2001—sekarang).
 
Di samping itu, ia juga aktif di berbagai organisasi profesi, seperti Perhimpunan Pengajar Bahasa Prancis Seluruh Indonesia (sebagai Sekretaris Pengurus Pusat , 1970—1973 dan Ketua Pengurus Pusat, 1983—1990; Pemimpin Redaksi majalah Bahasa dan Sastra, Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional (2001—sekarang); Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) ( anggota, 1986–sekarang); Himpunan Pembina Bahasa Indonesia (HPBI) (anggota, 988—sekarang); Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (anggota, 1999—sekarang).
Dalam perjalanan kariernya sebagai pakar bahasa, Hasan Alwi banyak menghasilkan karya tulis, baik yang berupa buku maupun makalah, yang sudah diterbitkan dan yang belum diterbitkan, antara lain, sebagai berikut.
 
KARYA:

a. Karya Tulis yang Sudah Diterbitkan 

  1. Modalitas dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. 1992.
  2. “Kata Seperti, Mungkin, dan Barangkali”. .Dalam Berita ILDEP, Tahun II, No. 4 (1991): 26–36
  3. “Dari Bahasa Melayu Ke Bahasa Indonesia: Pemantapan Sarana Pencerdasan Kehidupan Bangsa.” Majalah Sastra Horison. Desember 1996: 9–13
  4. “Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia melalui Pembinaan Bahasa Indo¬nesia.” Majalah Bahasa dan Sastra Tahun XVI, No. 1, 1998: 1–15
  5. “Sastra di Indonesia Perlukah Dibina dan Dikembangkan?”. Majalah Sastra Horison. Februari 1999: 6–9
  6. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Tim Penyusun bersama Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. Jakarta: Balai Pustaka. 1999
  7. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Wakil Penanggung Jawab Tim Redaksi. Jakarta: Balai Pustaka. 1999 (Cetakan Pertama 1991)
  8. “Seputar Kalimat Imperatif dalam Bahasa Indonesia”. Dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono (Ed.) 88–96. Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pusat Pem¬binaan dan Pengembangan Bahasa. 1999
  9. ”Fungsi Politik Bahasa”. Dalam Hasan Alwi dan Dendy Sugono (Ed.): 6—20. Politik Bahasa (Risalah Seminar Politik Bahasa). Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2000.
  10. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2000.
  11. “Penelitian Kebahasaan di Indonesia: Bagaimana Dasar Kebijakan dan Perencanaannya?” Dalam Bambang Kaswanti Purwo (Ed.):151—160. Tipologi Bahasa Pragmatik Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya. 2001
  12. “Sastra dan Tingkat Keberaksaraan”. Dalam Riris K Toha-Sarumpaet (Ed.):12—19. Sastra Masuk Sekolah. Magelang: Indonesia Tera. 2002.
  13. “Bahasa Indonesia di Antara Kemauan Politik dan Belantara Pemakaiannya”. Dalam Ied Veda Sitepu (Ed.):3—22. Tujuh Puluh Tahun Pak Maurits Simatupang. Festschrift. Jakarta: Universitas Kristen Indonesia Press. 2002
  14. “Bahasa Menunjukkan Bangsa”. Dalam Katharina Endriati Sukamto (Ed):201—216. Menabur Benih Menuai Kasih. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2004
b. Karya Tulis yang Belum Diterbitkan 
  1. “Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing.” Makalah Simposium Perkembangan Bahasa Indonesia di Kawasan Timur Jauh. 19–20 Juli 1993 di Tokyo
  2. “Pengajaran BIPA: Upaya Pengembangan.” Makalah Simposium Bahasa Indonesia di Asia Timur, 14–17 Desember 1995, Beijing
  3. “Upaya Pengembangan Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia.” Makalah Seminar Jaringan Melayu Antar Bangsa, 12–13 September 1996, Hotel Grand Hyatt, Jakarta
  4. “Bahasa, Daya Nalar, dan Kecermatan.” Makalah Seminar Internasional Bahasa dan Budaya di Dunia Melayu (Asia Tenggara), Mataram, 21–23 Juli 1997
  5. “Upaya Meningkatkan Pengajaran BIPA di Luar Indonesia.” Makalah Seminar dan Workshop Penyebaran/Peningkatan Studi Bahasa dan Kebu¬dayaan Indonesia, Passau (Jerman), 18–21 September 1997
  6. “Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Sastra di Indonesia.” Makalah untuk Pertemuan Sastrawan Nusantara IX dan Pertemuan Sastrawan Indonesia di Sumatera Barat, 6–11 Desember 1997
  7. “Upaya Peningkatan Kerja Sama Pembinaan dan Pengembangan Sastra dalam Menghadapi Tantangan Zaman.” Makalah Seminar Mastera I, Malaysia, 16 Februari 1998
  8. “Beberapa Catatan tentang Penerjemahan.” Makalah Seminar Penerjemahan, dise-lenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2–6 Oktober 1978, di Wisma Arga Mulya, Tugu, Bogor
  9. “Pengembangan Kesusastraan Indonesia pada Abad Ke-21.” Makalah Per¬temuan Sastrawan Nusantara X dan Pertemuan Sastrawan Malaysia I, 16–20 April 1999, Johor Bahru, Malaysia
  10. “Sastra dan Tingkat Keberaksaraan”. Makalah Diskusi Angkatan Sastra 2000, Komunitas Sastra Indonesia, 2 Oktober 1999, PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki
  11. “Peran Tradisi dalam Sistem Pendidikan Nasional dan Pembentukan Wacana Kebudayaan”. Makalah Seminar Internasional Tradisi Lisan III, 14–16 Oktober 1999, Jakarta
  12. “Plus-Minus Kamus Badudu-Zain”. Makalah Seminar Bedah Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain, 2 Mei 2001, Universitas Padjadjaran, Bandung
  13. “Bahasa Indonesia di Antara Kemauan Politik dan Belantara Pemakaiannya”. Makalah Seminar Nasional XI Bahasa dan Sastra HPBI, 10—12 Juli 2001, BPG Denpasar
  14. “Penelitian Kebahasaan di Indonesia: Bagaimana Dasar Kebijakan dan Perencanaannya?”. Makalah Pertemuan Linguistik PELBA 14, 24—25 Juli 2001, Unika Atma Jaya, Jakarta
  15. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Bahan Penataran Leksikografi I, diselenggarakan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 13—16 Agustus 2001, Hotel Parkroyal, Kuala Lumpur
  16. “Bahasa Kebangsaan dan Pengembangan Ilmu”. Makalah Persidangan Serantau Bahasa, Sastra, dan Budaya Melayu, 20—23 Oktober 2001, Universiti Putera Malaysia, Serdang
  17. “Pemertahanan Bahasa Indonesia sebagai Upaya Pembinaan Peradaban Bangsa”. Makalah Seminar Internasional Bahasa dan Sastra Indonesia-Melayu “Peran Bahasa dan Sastra Indonesia-Melayu dalam Pendidikan dan Pembinaan Peradaban Bangsa”, diselenggarakan oleh Universitas Pakuan bekerja sama dengan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Universitas Pakuan, Bogor, 14—16 September 2002
  18. “Pembinaan Bahasa dalam Konteks Otonomi Daerah”. Makalah Seminar Bahasa dan Kebahasaan “Kebijakan Bahasa Nasional dan Pembinaan Bahasa dan Sastra Daerah”, Program Studi Linguistik USU bekerja sama dengan Ikatan Alumni Linguistik Program Pascasarjana USU, Pusat Bahasa USU, Medan, 22 April 2004.
Penghargaan:
Atas dedikasinya pada profesinya itu, Hasan Alwi mendapat piagam tanda kehormatan, yaitu Satyalancana Dwidya Sistha dari Kepala Staf TNI-AL (1984); Satyalancana Karya Satya Tingkat III, Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 001/TK/Tahun 1988, tanggal 6 Januari 1988; Satyalancana Karya Satya 30 Tahun, Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 071/TK/Tahun 2001, tanggal 8 Agustus 2001; Penghargaan Pusat Bahasa sebagai pendiri Mastera (2005).
 
Alamat Kantor: Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur
Telepon 021-4894564, Faksimile 021-4750407
Pos-el: hasanalwi40@yahoo.com

Alamat Rumah: Jalan Pulo Asem Utara VII No. 26, Kelurahan Jati
Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta 13220, Telepon 021-4894227