Geritan

Berlawan dengan Nandai, sastra lisan Geritan merupakan sastra lisan yang bersifat sakral. Cerita dalam geritan adalah cerita asal-usul, Legenda, para dewa, raja-raja, hingga epos kepahlawanan. Cerita dalam sastra lisan ini diyakini sebagai cerita yang nyata/bukan fiksi dan berkenaan dengan leluhur masyarakat Rejang di masa lalu, meski pada masa modern kebenaran tersebut tidak terlalu diyakini lagi.  Sebagai sastra lisan yang disakralkan, geritan hanya ditampilkan pada acara tertentu saja dan hanya boleh dituturkan oleh orang tertentu. Penutur  geritan tidak memiliki sebutan khusus, namun biasanya menempati fungsi sosial sebagai dukun di wilayah tersebut. Saat bercerita, dukun ini menggunakan alat berupa gelondong bambu yang memiliki fungsi mirip pelantang. Pakaian yang digunakan biasanya destar berwarna hitam. Waktu penceritaan geritan ada pada zaman dahulu ada dua, yaitu saat ada warga yang meninggal atau ada  adat pernikahan. Geritan ditampilkan pada malam hari hingga pagi harinya. 

Tokoh-tokoh dalam cerita geritan  memiliki ikatan keluarga. Bagi penutur yang ahli cerita ini dapat disajikan berdasarkan silsilah sesungguhnya dari mulai penciptaan bumi, manusia, suku Rejang, asal usul tempat, hingga leluhur terdekat tuan rumah. Namun saat ini , tukang cerita dengan kemampuan tersebut diyakini sudah tidak ada lagi. 

Salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang keluarga kerajaan Sungai Hitam yang bercerita tentang Maharaja Sakti dan putra putrinya. Dua orang yang paling terkenal adalah Anak Dalam dalam Tembo Muaro Bangkahulu dan Putri Gading Cempaka. Cerita ini memiliki keterikatan dengan asal-usul nama Bengkulu dan sejarah kerajaan-kerajaan di Provinsi Bengkulu. Pada pengambilan data pertama ini, perekaman belum bisa dilakukan karena membutuhkan waktu semalaman dan kondisi tertentu untuk menggelar sastra lisan ini.

Peneliti : Sarwo Ferdi Wibowo, M. Yusuf, Titih Sugiharti