Di sebuah desa para penduduknya akan bekerja membuka lahan baru. Di desa itu hiduplah suami istri Pak Andir dan Ibu Andir. “Pak, orang-orang sudah mulai bekerja membuka lahan baru, lebih baik Bapak ikut,” ujar Ibu Andir. Penduduk sudah muai memotong rumput liar, tetapi Pak Andir hanya termenung bermalas-malasan duduk di atas batang. Ketika hari sore Pak Andir pulang. Akhirnya penduduk pun sudah mulai menebang pohon. “Apakah, sudah memotong rumput Pak?” Tanya Ibu Andir. “Sudah, Bu!” Jawab Pak Andir
Keesokan harinya, ketika penduduk mulai berangkat kerja Pak Andir pun pergi ke hutan. “Pak lebih baik bapak bawa kapak ini,” suruh Ibu Andir. Pak Andir menuruti perkataan istrinya. Sesampai di hutan, seperti semula Pak Andir hanya duduk termenung sambal berkata “Potong sana, potong sini ru…… Tetapi kapak yang dipegangnya tidak diayunkannya
Kemudian penduduk sudah mulai membakar. Pak Andir pun membawa obor seolah-olah di pun mau membakar juga. Tetapi Pak Andir tetap duduk saja di hutan, karena tempat mereka berjauhan. Akhirnya penduduk sudah mulai menanam. “Pak Andir mari kita menanam jagung seperti orang-orang itu,” ajak Ibu Andir. “Biar aku sendiri yang menanamnya Bu,” tetapi tolong pipil jagung-jagung itu lalu goreng dan campur dengan gula,” perintah Pak Andir. Ibu Andir pun menuruti perintah suaminya. Kemudian Pak Andir membawa jagung itu ke hutan dan kerjanya hanya makan saja. Sampai akhirnya penduduk mulai panen jagung mereka “Pak, ayo kita panen jagung,” ajak Ibu Andir. Biar aku saja yang melakukannya Bu,” jawab Pak Andir.
Akhirnya Pak Andir pergi dengan membawa keranjang besar. Tetapi Pak Andir mengambil jagung di ladang orang lain. “Pak Andir maling jagung!” Seru pemilik ladang. Pak Andir pun lari terbirit-birit, lalu ia pun kembali mengampil jagung di ladang orang lain lagi. “Hai! Pak Andir mencuri jagung,” teriak pemilik ladang. Kembali Pak Andir lagi begitulah seterusnya hingga tanpa terasa keranjangnya penuh berisi jagung.
Pada saat penduduk akan menuai pada. “Pak, cepat buat lumbung padi,” seru Ibu Andir. “Begini saja Bu, kau buat wajik/buak dari beras ketan hitam dan jangan dicampur dengan beras lain, kau buat sangat manis lalu keraknya jangan dihancurkan,” suruh Pak Andir
Ibu Andir pun menuruti perkataan suaminya. Setelah selesai dibawa oleh Pak Andir ke tepi ladang milik raja. Diletakkanya di atas pohon ara. Lalu ia bertandang ke pondok raja. “Hai, raja apa itu di atas pohon ara,” kata Pak Andir. “Mana Pak Andir?” Kata raja. “Itu, ” kata Pak Andir. “Itu adalah lebah, sarang lebah,” jawab raja. “Mungkin salah, kalau itu sarang lebah apa taruhmu?” Kata Pak Andir. “Itu adalah kerak wajik,” tambah Pak Andir. “Kalau itu kerak wajik maka kau boleh ambil pondok dan ladangku,” jawab raja. “Tetapi kalau itu sarang lebah, tarunya apa, Pak Andir,” tanya raja. “Kalau itu memang sarang lebah maka kau boleh ambil Ibu Andir dan Andir untuk babu kamu.” Setelah dilihat ternyata itu adalah kerak wajik. Akhirnya Pak Andir pulang untuk menjemput anak dan istrinya melihat pondok dan ladangnya yang sebentar lagi akan panen.
Comments are closed