Di sebuah desa hiduplah sebuah keluarga Pak Andir. Memiliki dua orang anak Andir dan Si Andir. “Pak buatlah sebuah tengkalak (alat menangkap ikan yang terbuat dari bambu) karena Siandir ini sudah ingin sekali makan ikan,” perintah istrinya. “Bagaimana cara membuatnya Bu?” Tanya Pak Andir. “Potong bambu yang ngekor sawi (yang sedang lebat daunnya),” kata Ibu Andir
Kemudian Pak Andir pergi mencari bambu, dilihatnya banyak sekali bambu yang dihinggapi burung sawi. Ketika bambu ditebang burung-burung tersebut terbang. Kemudian Pak Andir menebang bambu yang dihinggapi burung sawi itu. Begitulah seterusnya, hingga banyak sekali bambu yang sudah ditebang. Lalu Pak Andir pulang dengan tangan kosong.
“Bagaimana Pak, sudah kau dapat bambu yang ngekor sawi?” Tanya Ibu Andir. “Aduh Bu susah sekali setiap aku tebang bambu itu burung-burung sawi itu pun terbang,” jawab Pak Andir. “Aduh-aduh Pak yang aku sebut dengan ngekor sawi itu bambu yang masih lebat daunnya, bukan bambu yang dihinggapi oleh burung sawi,” ujar Ibu Andir.
Lalu Pak Andir mengambil bambu yang telah ia telah tebang untuk dibuat tengkalak. “Kalau begitu buatlah tengkalak gantung saja Pak,” perintah Ibu Andir. Setelah Pak Andir membuat tengkalak lalu ia gantungkan di atas pohon ara. Setelah hari siang Ibu Andir menyuruh suaminya melihat tengkalak. “Pak hari sudah siang, coba kau lihat tengkalak kemarin,” perintah Ibu Andir. “Mana ikannya Pak?” Tanya Ibu Andir. “Tidak dapat Bu”, jawab Pak Andir. “Emangnya kamu letakkan di mana tengkalak itu?” tanya Ibu Andir lagi. “Saya gantungkan di atas pohon ara,” jawab Pak Andir. “Apa engkau gantungkan di atas pohon ara?” tanya Ibu Andir. “Aduh… aduhh… Pak, maksudku tengkalak gantung bukannya digantung di atas pohon, tetapi tengkalak lompatan tempatnya di air,” ujar istrinya kesal.
Keesokan harinya, Pak Andir sudah pergi ke sungai. Kerjanya adalah melompat-lompat dari atas batu ke air sampai petang, setelah sore ia pulang. “Bagaimana Pak, dapat ikannya?” Tanya Ibu Andir. “Tidak, seharian aku melompat hanya mendapat capek saja,” jawab Pak Andir. “Aduh Pak, tengkalak lompatan itu tidak pakai bidai atau patok, tetapi hanya dihalang oleh batu,” ucap Ibu Andir. “Sudahlah Pak Andir kepalang buatlah saja tengkalak yang pakai bidai dan patok,” perintah Ibu Andir. Kamu patok kuat-kuat, lalu tengkalak itu kamu ikatkan.
Setelah hari siang, “bangulah Pak, coba lihat tengkalaknya kalu dapat ikan pirik buta ambil saja,” ujar istrinya. Kemudian Pak Andir pergi melihat tengkalak, ternyata berisi ikan sema besar dan ikan-ikan lainnya. Kemudian ia sisihkan ikan-ikan besar itu, lalu ia melahan ikan palau, ikan itu ditusuknya agar buta supaya mirik ikran pirik buta. Lalu ikan tersebut dibawanya pulang. “Bagaimana Pak, apakah sudah dapat ikannya?” tanya Ibu Andir. “Ada Bu, tetapi tidak ada yang buta, hanya satu ini yang buta,” ujar Pak Andir.
Ibu Andir tidak lagi memperhatikan perkataan suaminya, ia langsung mengambil keranjang dan pisau lalu pergi ke sungai untuk mengambil ikan tersebut. Setelah ia sampai di sungai dilihatnya banyak ikan, lalu ikan-ikan itu dibersihkannya. Telur-telur ikan itu ia kumpulkan hingga satu jambangan besar. Kemudian itu ia masak gulai ikan dan telur ikan itu dipanggangnya.
Setelah selesai masak lalu ia memanggil Pak Andir yang sedang berjemur hari untuk makan. “Pak ayo kita makan, gulai ikan sudah masak!” Ajak Ibu Andir. “Wah enak sekali gulainya, apa ini Bu?” Tanya Pak Andir. “Itu adalah kotoran Siandir”, jawab Ibu Andir kesal. “Makanlah kotoran Siandir,” kata Ibu Andir lagi. Setelah agak lama tengkalak tersebut tidak pernah lagi mendapatkan ikan.
Pada suatu hari Pak Andir disuruh istrinya menjaga Siandir, karena di dan Andir akan mencari daun. “Hai Pak Andir tolong jaga Siandir, saya dengan Andir akan mencari daun di hutan,” perintah Ibu Andir. Lalu Ibu Andir dan Andir pergi ke hutan mencari daun. Pak Andir menjaga Siandir. Enak sekali makan kotoran Si Andir pikir Pak Andir. Lalu Si Andir disuruhnya membuang kotoran. Sudah beberapa kali Si Andir belum juga membuang kotorannya. Lalu Pak Andir memaksanya berulang-ulang agar Si Andir cepat-cepat membuang kotorannya dan mengancam kalau dia tidak mau maka dia akan mecincangnya. Karena Si Andir tidak membuang kotoran maka Pak Andir mencincang Siandir lalu ia cepat-cepat mengambil kotoran itu. Kotoran itu dipanggangnya dengan bambu. Lalu ia makan kotoran itu cepat-cepat. “Ah, ternyata tidak enak, mengapa waktu dulu itu sangat enak?” Pikir Pak Andir.
Lalu ia menghentikan makan kotoran itu, sisanya dan badan Si Andir diletakkan di atas perapian. Kemudian Pak Andir tiduk dengan memakai selimut tebal pura-pura sakit. Sesaat kemudian Ibu Andir dan Andir pulang dari mencari daun. “Pak bangun, Si Andir mana?” Tanya Ibu Andir. “Di atas perapian, saya demam”, jawab Pak Andir. “Pak di mana Si Andir?” Ulangnya. “Di atas perapian”, jawab Pak Andir
Kemudian Bu Andir melihat apa yang dikatakan suaminya, ternyata dilihatnya kotoran Si Andir berserakan, Ibu Andir sangat terkejut. “Pak, betapa jahat dan buruk perangaimu”, Ibu Andir marah. Lalu diambilnya balok kayu besar untuk memukul suaminya. Pak Andir langsung berlari ketakutan dan bersembunyi di lumbung padi. “Andir ayo kita pergi, tinggalkan saja bapakmu itu. Kita bawa barang yang besar dan berat saja,”ujar ibu Andir. Andir menuruti perintah ibunya, ia bawa barang yang paling besar dan berat, lalu mereka pergi meninggalkan rumah mereka.
Di tengah perjalanan. Andir melihat pohon manggis yang buahnya sangat lebat.” Seandainya Bapak ada pasti akan diambilnya manggis-manggis itu.”ujar Andir.
“Ehem..ehem,” jawab pak Andir dari dalam kotak yang dibawa Andir. “Suara apa itu Bu?”Tanya Andir. “Entahlah Nak, ayo kita teruskan perjalanan,” ujar ibunya. Setelah lama berjalan, mereka bertemu dengan pohon petai, yang sedang berbuah lebat. “Seandainya Bapak ada, pasti akan diambilnya petai-petai itu. “Ehem…ehem,”ujar pak Andir dari dalam kotak.
Setelah lama perjalanan, mereka bertemu dengan sebuah rumah yang bagus dan besar. Ketika dibuka kotak besar yang dibawa oleh Andir. Ternyata isinya adalah Pak Andir. Lalu mereka bertiga masuk ke dalam rumah yang besar itu. Keadaan rumah itu sangat sepi dan tidak berpenghuni. Mereka bertiga bersembunyi di atas plafon. Ketika hari telah senja terdengar suara ribut-ribut, ternyata suara sepasang Harimau yang telah menangkap seekor rusa. Lalu dibuatnya menjadi sop. Pak Andir mengintip, menyaksikan kedua harimau yang sedang asik menyantap Sop rusa.
“Minta sedikit,” teriak pak Andir.. Kedua harimau itu menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari asal suara. “Pak Andir diam! Nanti harimau itu melihat kita,”sergah bu Andir.
“Minta sedikit.” Ulang pak Andir lagi. Lalu pak Andir didorong istrinya hingga jatuh dan menimpa piring tempat makan kedua harimau itu. Kedua harimau itu sangat terkejut melihat pak Andir dan mereka lari tunggang langgang meninggalkan rumah itu. Akhirnya rumah itu ditunggu pak Andir, istrinya dan Si Andir. Mereka menikmati sop rusa yang ditinggalkan kedua harimau itu.
Comments are closed