Di sebuah desa, hiduplah Sinam, Enam bersaudara dan Beteri. Mereka masing-masing memiliki pondok satu buah seorang. Pondok mereka berbaris.

“Besteri mari kita mencari buah puar,”ajak Sinam kepada Beteri.

“Tetapi aku tidak mempunyai keranjang dan pisau,” ujar Beteri. 

“Dik kita bisa memakai pisau dan keranjang bersama-sama,” ujar Sinam. Kemudian Sinam dan Besteri pergi mencari buah puar.Sinam saling berebut buar puar, yang masak atau mentah diambil semua.

‘Kakak, bolehkah aku meminjam pisau kalian karena aku belum mendapatkan buah puar, sedangkan kalian sudah banyak mendapatkan buah puar,” ujar Beteri.

“Hai Besteri, siapa yang mau meminjamkan pisau kepada kamu, mati gadis.”Sahut Sinam.

“Tetapi tadi kakak katakan akan meminjamkan pisau dan keranjang,” iba Beteri.

Dan Sinam bersaudara tak mau meminjamkan keranjang dan pisau kepada Beteri. Terpaksa Beteri memotong buah puar dengan tangannya sendiri dan menyimpannya ke dalam selendangnya.  Kemudian mereka pulang. Sebelumnya mereka cuci dulu buah puar yang mereka dapat. Mereka mencuci di sungai, Sinam mencuci di hulu, sedangkan Beteri mencuci di hilir.

Buah puar milik Besteri terlihat masak dan segar semua, tetapi milik Sinam ketika dicuci terapung. Mereka buang buah puar itu karena mereka kira buah puar itu busuk. Padahal buah puar yang terapung itulah yang masak dan yang terendam adalah yang mentah. Buah puar yang mereka kira busuk itu mereka buang, lalu diambil oleh Besteri. Setelah selesai mencuci, mereka saling mencicipi, ternyata buah puar milik Sinam bersaudara rasanya asam dan pahit semua. 

“Beteri, kami ingin mencicipi buah puar milik kau,” kata Sinam.

“Silahkan, “ ujar Beteri.

Ternyata buah puar milik Beteri rasanya sangat manis sehingga Sinam bersaudara berniat ingin menghabiskannya.

“kakak, mengapa kalian habiskan buah puar milikmu, bukankah kalian mendapatkan buah puar lebih banyak dariku,”Kata Beteri.

“Diam kau, buah puar kamu sangat manis…Mati Gadis..!”Gertak Sinam bersaudara kepada Beteri. Setelah mereka menghabiskan buah puar milik Beteri, lalu mereka menghanyutkan selendang tempat puar milik Beteri ke sungai. Sambil menangis, Beteri mengikuti arus sungai yang membawa selendangnya. Setelah jauh, Beteri bertemu dengan seekor rusa yang sangat besar.

“Hai Beteri, mengapa engkau menangis?”Tanya rusa.

“Nek, saya sangat sedih, selendang saya dihanyutkan di sungai ini oleh Sinam bersaudara, adakah nenek melihatnya?”Tanya Beteri.

“kalau itu yang kau inginkan, aku akan menolongmu Beteri, masukkan tanganmu ke dalam lobang kotoranku,”perintah rusa. Ketika Beteri memasukkan tangannya ke dalam lobang kotoran rusa, saat ditarik  keluarlah sebuah keranjang, sengkuit, pisau serta selendang.

“Terima kasih Nek, sudah saya dapatkan apa yang aku cari itu,”ujar Beteri.

“Anakku Beteri, jika engkau pulang nanti, ambilah batang puar yang masih muda, jika engkau mandi, batang puar itu engkau letakkan di dekat keranjangmu itu,”seru nenek Rusa.

Dituruti semua perintah nenek rusa itu oleh Beteri. Setelah selesai mandi, betapa terkejutnya Beteri melihat seorang pemuda tampan berdiri di samping keranjangnya. Pemuda itu adalah Bujang Bekurung.

“Pilu rasanya, hatiku sangat riang, makan terasa sekam dan minum terasa duri, ini gerangan penyebabnya.

“Hari ini engkau adalah suamiku, besok juga engkau tetap suamiku,”ujar Beteri.

“Beteri, apapun yang engkau katakan,, aku akan menuruti saja,” ujar Bujang Bekurung.

Akhirnya mereka kembali ke pondok Beteri, di tengah perjalanan, Sinam Bersaudara melihat Beteri dan Bujang Bekurung.

“Wahai adikku Beteri, dimana engkau dapatkan seorang suami yang elok rupa ini,” tanya Sinam bersaudara. 

“Saat kalian hanyutkan selendangku, aku telusuri arus sungai lalu aku bertemu dengan nenek rusa, begitulah aku turuti perintah nenek rusa,” jawab Bateri.

“Kalau begitu kami juga mau Beteri,” ujar Sinam.

Lalu mereka, Sinam bersaudara menghanyutkan selendang mereka. Mereka menangis sambal menelusuri arus sungai seperti yang dilakukan oleh Beteri tempo hari. Akhirnya mereka bertemu dengan nenek rusa.

“Nenek rusa, selendang kami hanyut, apakah nenek melihatnya,” sapa Sinam.

“Tidak, aku tidak melihatnya,” jawab rusa.

“Nenek bolehkah kami memasukkan tangan kami ke dalam lobang kotoranmu?” Iba Sinam bersaudara.

“Silakan kalau kalian mau,” jawab rusa.

Keenam tangan sinam bersaudara itu serempak dimasukkannya lobang kotoran rusa. Tetapi tiba-tiba rusa itu berlari kencang menaiki gunung dan menuruni jurang dengan tangan Sinam yang masih menempel di tubuhnya.

“Wahai Nenek rusa, sudah kami sudah ingin pulang,” kata Sinam bersaudara.

Keenam badan Sinam penuh dengan luka dengan pakaian mereka yang compang-camping akhirnya mereka pulang, mereka semua mendapatkan seperti yang didapatkan oleh Beteri, tetapi tidak sebagus yang Beteri dapatkan. Kalau keranjang sudah rusak, selendang sudah robek, dan pisau tidak lagi bagus.

“Hai Sinam, jika kalian pulang nanti turuti perintahku, ambil batang puar yang sudah tua yang daunnya sudah merah, dan letekkan di samping keranjang kalian bila kalian mandi,” perintah rusa.  Dituruti perkataan rusa oleh Sinam bersaudara setelah selesai mandi, mereka sangat terkejut melihat lelaki tua sebanyak enam orang sinam pun merasa senang walaupun mereka hanya mendapat jodoh lelaki yang sudah tua.

Tags:

Comments are closed

Pojok Bahasa & Sastra
Selanjutnya ...
Arsip
Lokasi